Minggu, 27 Februari 2011

Aku rindu Umiku

Aku Rindu Umiku

Write by Khashany

Di malam yang sunyi ini, aku sendiri duduk di teras rumah sambil merasakan semilir angin yang merasuk di jiwa, yang membawa diriku ke dalam ingatan masa laluku, lima tahun lalu…

* * *

“Dewi, sini Nak…” Umi memanggilku dengan nada lembut seperti suara putri-putri keraton yang sedang menghadap rajanya. Memang Umi memiliki suara yang lembut, sesuai dengan posture tubuhnya yang anggun dan wajahnya bak titisan Cleopatra. Pantas saja, Umi muda adalah Umi yang digemari dan diidam-idamkan banyak lelaki di desanya termasuk ayahku.

“Ya Umi, Dewi segera ke sana.” Aku segera menemui Umi yang sedang menyulan dan memintal benang di kamarnya. “Ada apa Umiku sayang? Ada yang bisa Dewi Bantu? Dewi siap melayani anda.” Kata-kataku berlagak sepeti receptionis hotel yang sedang menerima dan melayani tamunya.

“Anakkku bisa saja. Begini Nak, umi menyuruhmu ke sini punya tujuan…” Tiba-tiba suasana berubah menjadi hening dan jantungku berdetak tak karuan. Umi melanjutkan perkataannya. “Perlu kamu ketahui, manusia di bumi ini di mata Allah SWT itu sama saja. Yang membedakan hanya ada manusia yang baik dan ada manusia yang jahat. Umi ingin Dewi menjadi anak Umi yang baik. Umi sayang Dewi, Umi selalu meridhai apa yang Dewi kerjakan, asalkan Dewi selalu ingat Allah SWT di manapun Dewi berada. Dengan mengingat Allah SWT, Dewi akan menjadi orang yang baik dan memiliki pribadi yang unggul. Umi yakin, Dewi tidak akan melakukan hal-hal yang negative atau menyimpang dari ajaran agama Islam. Bukan begitu anakku?"

“I..Iya,eh iya Umi.” Aku tak tahu kalu Umi akan menghentikan perkataannya di sana dan melayangkan pertanyaan yang cukup membuatku gemeteran itu. Aku merasa saat ini, aku bukan orang yang baik. Mungkin di orang sekitar aku di anggap baik, tapi aku lupa sama Allah SWT. Aku lupa kewajibanku umtuk sholat 5 waktu, apalagi bisa membahagiakan Umi dan Ayahku.

“Sekarang kamu janji sama Umi, Kalau dewi akan menjadi Dewi yang baik dan Dewi yang sayang sama Umi dan Ayahnya.”

Apa? Aku harus Janji? Mati deh Gue! Masa aku harus janji sekarang sich!

Hatiku bimbang, tapi ya sudahlah. Aku harus janji toh janji itu akan buatku lebih baik kok.

“Ya Umi Dewi janji. Dewi akan menjadi Dewi yang baik dan Dewi juga akan menjadi Dewi yang sayang sama Umi dan Ayah selamanya!

“Kamu memang anak Umi yang hebat Nak, Umi harap kamu iklas, kamu ingin berubah. Sekarang kamu boleh kembali ke kegiatan awalmu.”

“Ya Mi.” Segera aku berlari menuju kamarku dan

“Bruuuk...!!!” aku terjatuh dari springbed empukku.

Ternyata itu semua hanya mimpi. Kenapa mimpi itu seperti nyata?

Umi..! ada apa dengan Umi? Kenapa aku mimpi Umi? Batinku berkecamuk. Sampai-sampai tanpa kusadari aku meneteskan air mata.

Kulihat jam sudah menunjukkan pukul dua malam. Kata-kata Umi dalam mimpi itu terus menghantuiku dan membuat diriku tak dapat memejamkan mata untuk melanjutkan tidurku. Ingin aku menemui Umi yang tinggal jauh dariku. Waktu itu aku tinggal di rumah kakakku. Sungguh mimpi itu seperti nyata. Batinku terus berkecamuk sampai adzan subuh terdengar mendayu-dayu.

- - -

Sejak mendapatkan mimpi itu, aku tidak memiliki semangat hidup. Aku berpikir keras berhari-hari. Mencari-cari jalan terbaik untuk melepaskan mimpi itu dari ingatanku. Aku termenung di kamarku. Sejak mendapatkan mimpi itu. Aku jarang keluar kamar. Aku mengisolasi diri dari dunia luar. Belasan sms masuk namun tak ku balas. Memang manusia sangatlah lemah. Aku merasakan hal itu sekarang. Ada saatnya manusia benar-benar tidak bisa berdaya apa-apa. Seperti diriku.

Aku merasakan ada tangan lembut mengusap air mataku yang meleleh di pipi.

“Ada apa Dek? Kenapa kau menangis? Kakak lihat sudah dua hari ini kau tampak sedih dan memendam masalah. Ada yang bisa Kakak bantu?”

Suara itu menyadarkan diriku. Aku tergagap. Aku mencoba tersenyum meskipun bibirku terasa kaku.

“Em.. tidak apa-apa kok Kak, Dewi tidak apa-apa. Hanya sedikit teringat Rio”

“Rio temanmu yang meninggal sebulan lalu itu?”

Aku menganggukkan kepala.

“Trus kenapa kamu menangis?.”

“Lha namanya juga masih cinta Kak, mau gimana lagi.”

“Pacaran aja sama....”

“Ach Kakak...”

Ingatanku pada mimpi itu pun sedikit menghilang.

- - -

Sejam setelah kakak keluar dari kamarku, kakak kembali menemuiku. Dengan mengusap-usap air mata di pipinya.

“Dek..”

“Ada apa Kak?”

“Umi Dek.”

“Umi kenapa Kak?”

“Umi di Rumah sakit..”

Jantungku berdegup lebih kencang. Badanku lemas. Rasanya darahku mengalir lebih cepat lagi. Air mataku menetes tak henti-hentinya. Aku teringat lagi pada mimpiku itu. Yang telah membuat diriku tidak memiliki semangat hidup.

“Umi tidak ingin kamu menemui Umi di Rumah Sakit, Umi ingin kamu belajar di Rumah, dan sementara kamu tinggal di Rumah Mbah. Kakak mau pergi jenguk Umi..” Kakak meneruskan pembicaraannya.

“Iya kalau itu memang benar-benar kemauan Umi, aku akan menerutinya”

Tak lama kemudian, ponsel Kakakku berdering. Kakak mendapatkan telpon dari Ayahku.

Hatiku terus berdebar. Kakak terlihat serius saat berbincang dengan Ayahku. Otakku tidak bisa diajak berpikir yang baik. Aku terus terbayang hal yang tidak-tidak tentang Umi. Aku mencoba menghilangkan bayngan yang tidak-tidak tentang Umi itu. Tapi…

“Dek, Umi kritis..”

“Kenapa Kak?”

“Umi kritis. Detak jantungnya tidak normal. Kita disuruh Ayah untuk sholat sunnah dan berdo’a meminta kepada Allah SWT agar Umi cepat kembali pulih.”

Tanpa berpikir panjang, aku segera mengambil air wudhu dan melaksankan sholat sunnah. Entah sholat sunnah apa yang aku kerjakan. Aku berdoa pada Allah SWT agar Umi segera diberi kesembuhan dan bisa berkumpul kembali.

Tiba-tiba Kakak mendekapku dari belakang sambil menangis.

“Kenapa Kak?”

“Umi sudah kembali ke Rahmatullah Dek.”

“Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiuun... Jangan bercanda Kak?”

“Kakak serius Dek. Kakak barusan di telpon Ayah lagi katanya Umi sudah tak ada lima belas menit yang lalu. Umi insyaallah meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Umi sempat melafadzkan dua kalimat sahadat sebelum meninggal.”

“Alhamdulillah, semoga Umi mendapatkan tempat yang layak di sana.”

Tangisku segera pecah. Tapi aku mencoba tegar dan mengiklaskan kepergian Umi. Dan mungkin mimpiku tiga hari yang lalu tentang Umi itu bukan sekedar bunga tidur, tapi di mimpiku itu terdapat rahasia dalam rahasia.

* * *

Sekarang, semuanya telah berlalu. Hidupku sudah berubah. Tidak ada Umi lagi di sampingku. Allah SWT dan Ayahku dan keluargaku adalah prioritas utamaku. Dan Dewi rindu padamu Umi..

Maafkan Dewi Umi…

Dewi belum sempat meminta maaf pada Umi…

Dewi yakin Umi pasti memaafkan Dewi. Dewi selalu berdoa pada Allah SWT agar Umi diberikan tempat yang layak di alam sana. Rabbighfirlii Waliwalidayya Warhamhumaa Kamaa Rabbayaanii Saghiraa amiin..

TAMAT