Sabtu, 23 April 2011

KESEIMBANGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL

Manusia itu sangat giat dalam memperhatikan keseimbangan eksternal. Dia tidak tahan pada kondisi yang sangat panas, maka dia menyeasikannya dengan AC (Air Conditioner). Dia tidak tahan pada kondisi yang sangat dingin, maka dia menghangatkannya dengan perrapian. Dia tidak tahan dengan air panas, maka dia akan mencampurinya dengan air dingin. Dia tidak bisa melahap makanan tanpa garam, sehingga dia menambahkan garam secukupnya supaya sesuai dengan citra rasanya. Ini semua merupakan sebagian dari keseimbangan eksternal yang merupakan karunia Allah pada manusia.
Tapi yang mengherankan, sebagian besar manusia membuat dinding pemisah antara keseimbangan eksternal denagn keseimbangan intenal. Oleh karena itu, Anda tidak melihat mereka menaruh perhatian pada keseimbangan internal. Anda melihat bahwa mereka mengalami kekacauan internal, kontradiksi yang aneh antara perbuatan dengan perkataan, dan antara sebaguan perbuatan dengan sebagian lainnya, antara sebagian perkataan dengan sebagian laiinya.
Termasuk dalam kategori kontradiksi dan tidak adanya keseimbangan tersebut wadalah giatnya sebagian orang mengerjakan salat tepat pada waktunya, tapi masih enggan meninggalkan gibah (membicarakan keburukan) dan mencemarkan nama baik orang lain. Dan giatnya sebagian orang berdakwah di jalan Allah tapi tidak mau bangun untuk mengerjakan sholat subuh atau sholat asar.
Termasuk dalam kintradiksi itu juga adalah, ada sebagian orang yang gemar menyuruh orang lain supaya beramal baik tepi dia senndiri tidak mau mengerjakannya; sibuk memberi petuah dan nasihat kepada orang lain, tapi dirinya sendiri sangat alergi terhadap nasihat; memelihara jenggot dan memendekkan pakaian tapi disertai dengan masih adanya buruk sangka dan tidak konsisten pada suatu pendapat.
Semua ini merupakan sebagian indikasi hilangnya keseimbangan internal yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, karena perhatian mereka yang besar pada keseimbangan eksternal.

Abdul-Hamid Al-Bilali

K E M B A L I

Banyak yang terjadi saat kita mengadakan perjalanan ke negeri lain dan bertempat tinggal di rumah sewaan, aib-aib kita tampak bermunculan di tempat tinggal itu, dan bisa jadi kita tidak menemukan orang-orang yang dapat memperbaiki aib-aib itu, tidak pula mendapatkan tempat tinggal yang lainnya. Maka diantara kita ada yang berkata sambil menenangkan, “ Itu tidak lain hanyalah hari-hari yang sangat berlalu, kemudian kita kembali lagi ke negeri sendiri,” seraya mendoakan kita agar tabah dalam menghadapi kekurangan-kekurangan yang tidak tedapat di tempat tinggal kita-di negeri kita sendiri.
Bukankah ini yang harus kita ingat selama kita masih di muka bumi ini?! Atau yang membuat kita tabah terhadap musibah dan bencana yang menimpa kita; senantiasa ingat bahwa tempat ini hanyalah sementara. Sesungguhnya kita semua akan kembali kepada Allah. Di sanalah tempat yang hakiki lagi kekal. Itulah negeri yang di dalamnya tidak terdapat kekurangan bagi orang yang berbuat kebaikan di negeri yang fana ini, dunia.

Abdul-Hamid Al-Bilali

PELIPUR SAAT DUKA MELANDA

Tidak ada seorang manusia pun di alam dunia ini melainkan dia mendapatkan cobaan, khususnya orang-orang yang beriman, sesuai dengan apa yang di sebutkan Allah SWT. Dalam QS Al-Ankabt [29]:1-3, “Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Orang yang tidak beriman akan sangat panik menghadapi cobaan. Mereka juga hidup dalam kegelisahan, keguncangan jiwa, dan selalu gundah disebabkan oleh cobaan itu. Oleh karena itu, mereka terpaksa mengkonsumsi berbagai macam obat penenang, berkonsultasi di klinik psikologi, melibatkan diri dalam dunia arak dan wanita, untuk membuat diri mereka terlena dalam musibah yang menimpa mereka. Mereka berharap dapat menghidar sedikit dari kenyataan hidupnya yang pahit itu.
Tetapi orang yang beriman mempunyai sesuatu yang dapat melipur dirinya, hingga dapat mengalihkan cobaan itu menjadi kegembiraan, hitam putih, keguncangan menjadi kebahagiaan. Pelipur orang beriman yang pertama dan paling utama saat tertimpa cobaan itu adalah, dia merasakan dirinya sebagai hamba Tuhan, dan Dia yang akan melindunginya. Seorang budak tidak berwenang menghalang-halangi keinginan tuannya untuk melakukan sesuatu. Jika ini yang diinginkan dari penciptanya dari keadaan tidak ada, maka tidak ada penentangan bagi alat yang tidak memiliki daya dan kekuatan terhadap yang membuatnya. Dia akan berkata, “Allah telah menakdirkan, dan apa yang dikehandaki-Nya pasti terlaksana.”
Pelipur yang kedua adalah, dia merasa Allah SWT. Lebih tahu daripada dia tentang apa saja yang dapat membuatnya bahagia dan apa saja yang bermanfaat baginya. Jika Allah telah menakdirkan sesuatu , maka tidak diragukan lagi bahwa sesuatu itu demi kemaslahatannya, walaupun tampak pada lahirnya tidak demikian. Oleh karena itu, dia menyerahkan urusannya kepada Allah SWT. Dan tidak menentang apa yang telah ditakdirkan baginya, sebab dia tidak tahu yang gaib.
Pelipur yang ketiga adalah, dia merasa dirinya akan mendapatkan pahala atas cobaan yang sedang menipanya, dan itu merupakan pintu penghapusan dosa-dosa serta merupakan bentuk kasih sayang dari Allah SWT. Untuk meringankan dosa kita yang banyak dengan berbagai cobaan ini.
Pelipur keempat adalah, dia ingat masih ada orang yang lebih berat cobaannya darinya, dan yang menimpa itu tidak sebanding beratnya dengan apa yang menimpa orang lain.
Pelipur kelima adalah, dia ingat barangkali cobaan yang menimpanya itu lantaran dosa yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu, ini akan mendorongnya supaya banyak memohon ampunan dan semakin peka terhadap amal perbuatannya, yaitu menyucikan dirinya dari cela-cela keburukan yang merasukiya.
Pelipur keenam adalah, dia ingat cobaan yang menimpa itu sesuai dengan kadar keimanan. Orang yang paling teguh imannya, dialah yang paling banyak menerima cobaan. Bisa jadi apa yang menimpanya itu merupakan suatu bentuk kabar gembira tentang bersemayamnya keimanan di dalam hatinya.
Pelipur yang ketujuh adalah, dia meyakini bahwa penentangannya, kegelisahannya, kepanikannya, dan pengaduannya kepada orang lain itu sama sekali tidak akan mengubah apa yang menimpa dirinya jika memang Allah SWT. Tidak menghendaki untuk mengubah dan melenyapkannya.
Semua ini merupakan sebagian dari hal-hal yang dapat melipur diri orang yang beriman saat menghadapi cobaan, yaitu untuk mengalihan rasa sakit menjadi sehat, kepanikan menjadi kebahagiaan, kegembiraan dan optimisme.

RENUNGAN EMBUN PAGI- Abdul-Hamid Al-Bilali

PELIPUR SAAT DUKA MELANDA

Tidak ada seorang manusia pun di alam dunia ini melainkan dia mendapatkan cobaan, khususnya orang-orang yang beriman, sesuai dengan apa yang di sebutkan Allah SWT. Dalam QS Al-Ankabt [29]:1-3, “Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Orang yang tidak beriman akan sangat panik menghadapi cobaan. Mereka juga hidup dalam kegelisahan, keguncangan jiwa, dan selalu gundah disebabkan oleh cobaan itu. Oleh karena itu, mereka terpaksa mengkonsumsi berbagai macam obat penenang, berkonsultasi di klinik psikologi, melibatkan diri dalam dunia arak dan wanita, untuk membuat diri mereka terlena dalam musibah yang menimpa mereka. Mereka berharap dapat menghidar sedikit dari kenyataan hidupnya yang pahit itu.
Tetapi orang yang beriman mempunyai sesuatu yang dapat melipur dirinya, hingga dapat mengalihkan cobaan itu menjadi kegembiraan, hitam putih, keguncangan menjadi kebahagiaan. Pelipur orang beriman yang pertama dan paling utama saat tertimpa cobaan itu adalah, dia merasakan dirinya sebagai hamba Tuhan, dan Dia yang akan melindunginya. Seorang budak tidak berwenang menghalang-halangi keinginan tuannya untuk melakukan sesuatu. Jika ini yang diinginkan dari penciptanya dari keadaan tidak ada, maka tidak ada penentangan bagi alat yang tidak memiliki daya dan kekuatan terhadap yang membuatnya. Dia akan berkata, “Allah telah menakdirkan, dan apa yang dikehandaki-Nya pasti terlaksana.”
Pelipur yang kedua adalah, dia merasa Allah SWT. Lebih tahu daripada dia tentang apa saja yang dapat membuatnya bahagia dan apa saja yang bermanfaat baginya. Jika Allah telah menakdirkan sesuatu , maka tidak diragukan lagi bahwa sesuatu itu demi kemaslahatannya, walaupun tampak pada lahirnya tidak demikian. Oleh karena itu, dia menyerahkan urusannya kepada Allah SWT. Dan tidak menentang apa yang telah ditakdirkan baginya, sebab dia tidak tahu yang gaib.
Pelipur yang ketiga adalah, dia merasa dirinya akan mendapatkan pahala atas cobaan yang sedang menipanya, dan itu merupakan pintu penghapusan dosa-dosa serta merupakan bentuk kasih sayang dari Allah SWT. Untuk meringankan dosa kita yang banyak dengan berbagai cobaan ini.
Pelipur keempat adalah, dia ingat masih ada orang yang lebih berat cobaannya darinya, dan yang menimpa itu tidak sebanding beratnya dengan apa yang menimpa orang lain.
Pelipur kelima adalah, dia ingat barangkali cobaan yang menimpanya itu lantaran dosa yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu, ini akan mendorongnya supaya banyak memohon ampunan dan semakin peka terhadap amal perbuatannya, yaitu menyucikan dirinya dari cela-cela keburukan yang merasukiya.
Pelipur keenam adalah, dia ingat cobaan yang menimpa itu sesuai dengan kadar keimanan. Orang yang paling teguh imannya, dialah yang paling banyak menerima cobaan. Bisa jadi apa yang menimpanya itu merupakan suatu bentuk kabar gembira tentang bersemayamnya keimanan di dalam hatinya.
Pelipur yang ketujuh adalah, dia meyakini bahwa penentangannya, kegelisahannya, kepanikannya, dan pengaduannya kepada orang lain itu sama sekali tidak akan mengubah apa yang menimpa dirinya jika memang Allah SWT. Tidak menghendaki http://www.blogger.com/img/blank.gifuntuk mengubah dan melenyapkannya.
Semua ini merupakan sebagian dari hal-hal yang dapat melipur diri orang yang beriman saat menghadapi cobaan, yaitu untuk mengalihan rasa sakit menjadi sehat, kepanikan menjadi kebahagiaan, kegembiraan dan optimisme.

RENUNGAN EMBUN PAGI- Abdul-Hamid Al-Bilali