Jumat, 06 Mei 2011

Ajari aku tentang CINTA

Selimut malam tersingkap perlahan, sambut pagi cerahkan hari yang kelabu, memikul nestapa yang tiada berepisode, merangkai tanya yang tak terjamah jawaban, diri yang kelana bersajadah kusam, iringi zikir dengan lonceng gereja, mengayuh harap menembus batas alam, walau damai enggan berpihak lantaran jiwa terkalam pilu dalam nuansa yang semakin gelap.
Kupandang langit yang tak terbatas, semakin dipandang semakin tak terpandang. Kujalani hidup dengan kehendak yang ada, semakin kujalani semakin tak berkehendak. Terjagalah jiwa dalam irama kesadaran, ternyata aku salah memahami cinta, aku keliru menyandarkan jiwa. Tuhan ajari aku tentang Cinta dengan Cinta. Aku paham. Aku tak mungkin mengerti karena Cinta tak dapat di mengerti, banyak manusia merasa mengerti, semakin merasa semakin tak mengerti. Diantara mereka ada yang mengatasnamakan cinta lalu membangun rumah tangga diatas cinta, namun kemudian mereka bergunjing, ribut dan saling menyakiti. Kemana kini perginya Cinta..? Sibuta bertongkat menyisir jalan, lanjutkan perjuangan atas nama cinta, olehnya itu dia mengemis, mendandani dirinya sebagai manusia yang pantas di kasihani, merendah dan menggadai harga diri. Ia telah membinasakan esensi Cinta dalam dirinya lalu berharap akan diberikan Cinta. Adakah perbedaan Cinta dalam dirinya dengan yang Ia harapkan.? Bukankah Cinta adalah Cinta,,? Cahaya mentari hangatkan bumi, hangatkan juga negeriku yang kelabu, lantaran rakyat ingin menjadi raja, lalu mengutuk, menghujat dan tak lagi percaya pada pemimpinnya, lantaran pemimpin tak pandai memahami cinta di hati rakyat. Kami bukanlah sekedar rakyat, tapi kami adalah kedaulatan. Kami juga bukan sekedar kumpulan manusia, tapi kami adalah esensi sebuah bangsa, kami adalah partikel-partikel energi yang membentuk dimensi wajah bangsa dalam substansi Nusantara Surgawi. Saudaraku... Aku ingin berbisik, mungkin itu lebih membuatmu mendengar karena aku bersuara dalam kelembutan. Lihatlah, betapa diluar sana mereka bersuara dalam semangat yang berapi-api tapi suara mereka tak didengar. Mereka mungkin harus berbisik tapi mereka tidak percaya karena bagi mereka kerasnya suara, menggelegarnya nada bicara, itu adalah kekuatan. Pahamkah mereka kalau itu bukanlah kekuatan.? Karena kekuatan itu ada dalam Cinta, dan Cinta itu mengalir dalam irama kelembutan. Sobit ceriaku bertanya padaku di nuansa Facebook ; ” Aku tak mengerti dengan Cinta, aku jalani saja, bahkan aku menikahpun dijodohkan waktu masih kecil.” Bagus, bisik saya.. Cinta memang tidak untuk dimengerti karena memang tak sanggup untuk dimengerti, Cinta cukup dirasakan lalu dijalani dengan hati. Pandanglah langit, seperti itulah melihat Cinta, semakin tak terpahami. Lalu jalanilah hidupmu, mengertikah kamu dengan hidupmu? Kamu merasakan hidupmu tapi tidak mengerti dengan hidupmu, Itulah Cinta, rasakan dan jalani seperti air mengalir. Adam merasa memahami cinta olehnya Ia pun terusir dari surga lalu menempati bumi, Iblis sang spiritual sejati, paling dekat dengan sumber Cinta Sejati, karena merasa mengenal Cinta akhirnya Ia beropini atas nama Cinta yang membuatnya dikutuk, dilaknat dan tidak memiliki rasa sedikitpun tentang Cinta ”Terus bagaimana agar aku mengerti tentang Cinta..?” Cinta adalah cinta, karena hakikatnya adalah Cinta, tidak tersentuh oleh sebutir partikel kebencian sedikitpun, Ia bersumber dari yang maha Cinta tapi tidak terpisahkan dari sumbernya, Ia adalah esensi dari keberadaan, Ia adalah makna penciptaan alam semesta ini, jika demikian Cinta adalah Kesejatian, dan dibahasakan oleh manusia utusan langit (nabi dan rasul) sebagai Tuhan. ”Saya selalu menempatkan Tuhan sebagai nomor satu,” Respon sobit saya. Tanpa nomor satu, Tuhan tetaplah satu, olehnya jangan diberi nomor, karena bertendensi pada urutan nomor yang lainnya. Tuhan tidak bisa disejajarkan walau dengan nomor yang teratas sekalipun. Olehnya jalanilah hidupmu dengan hati, mengalir dalam irama alam, maka kamu akan merasakan Cinta. Suatu hari plato bertanya pada gurunya Socrates ”Guru ajari saya Cinta.” Sang guru lantas menyuruhnya pergi kedalam hutan untuk mencari sebatang ranting yang dianggap paling lurus, tapi ingat syaratnya adalah ; ”satu kali memilih dan jangan kembali pada pilihan yang lalu.” Plato menelusuri hutan dan mencoba mencari ranting kayu yang dianggap lurus. Pertama dia menemukan sebuah ranting yang pas dihatinya, tetapi kemudian dia membuangnya karena berfikir masih akan ada ranting-ranting didepan sana yang lebih baik dan lurus, dan juga karena hutan yang masih begitu luas. Semakin jauh plato berjalan Ia hanya mengulang adegan yang sama seperti ranting yang pertama kali Ia temukan, Ia pun kembali ke gurunya dengan tidak membawa sebatang rantingpun. Didepan gurunya Ia menuturkan kalau Ia tidak menemukan apa-apa. Sebenarnya plato sudah mendapati beberapa ranting yang menurutnya lurus, tetapi Ia berfikir masih akan ada ranting lain yang lebih baik didepan, dan ketika Ia sampai pada batas hutan Ia baru menyadari kalau Ia tidak menemukan apa-apa, Ia teringat dengan beberapa ranting sebelumnya yang pas dihatinya maka terlintas keinginan untuk kembali kebelakang dan mengambilnya, akan tetapi Ia teringat pesan gurunya ” Jangan kembali pada pilihan yang lalu” yakni pilihan yang sudah terlewatkan. Gurunya pun bertutur ; Guru : Itulah Cinta. Seharusnya kamu tempatkan Cinta dihatimu untuk kamu rasakan, akan tetapi kamu menempatkannya pada nalar logikamu, olehnya kamu tidak menemukan apa-apa.” Realitasnya adalah, betapa manusia terlalu memilih pada sisi nalar sehingga waktu mereka habis hanya untuk membandingkan segala sesuatu tanpa pernah berhenti untuk merasakan sesaat akan suatu keadaan dengan suka cita, selanjutnya merekapun luput dari keinginan berterimakasih pada alam semesta. Disisi lain, manusia dalam mencari pasangan hidupnya terlalu terobsesi pada standar-standar ketetapan yang diciptakan oleh alam pikirnya yang lahir dari interaksi indra dan egosentris dan membuat manusia lebih banyak memilih dan memilah namun sedikit dalam rasa, akhirnya banyak yang tidak menemukan pasangan hidupnya. Jika sudah diambang batas usia, merekapun semakin gelisa. Lantas haruskah mereka meraih sembarang ranting yang ada? Pada sebuah kesempatan yang lain, Plato kembali bertanya pada gurunya ; ”Guru, Ajari saya tentang perkawinan.” Sang guru lantas menyuruhnya pergi kedalam hutan untuk menemukan sebatang pohon yang dianggap paling rindang dan lebat, syaratnya adalah sama dengan ketika Plato mencari ranting yang lurus. Plato menelusuri hutan dan mencoba mencari pohon yang paling lebat dan rindang menurutnya. Setelah menemukan sebatang pohon yang pas dihatinya Ia pun kembali menghadap gurunya. Ia menyampaikan kalau Ia sudah menemukan pohon yang rindang dan lebat, akan tetapi ada yang aneh dalam perjalanan pulang, yakni plato melihat beberapa pohon lainnya yang ternyata lebih lebat, lebih rindang dan lebih indah dari pilihan dia sebelumnya, terlintas keinginan untuk merubah pilihannya akan tetapi Ia teringat akan pesan gurunya yakni ; ”hanya satu kali memilih”, gurunyapun bertutur ; Guru : Itulah perkawinan, seharusnya kamu menjalankannya dengan hati sehingga dapat merasakan makna dari perkawinan, tetapi kamu menjalankannya denga logika pikiranmu, olehnya kamu sibuk membandingkan apa yang kamu miliki dengan berbagai hal diluar sana termasuk pasangan hidupmu. Realitasnya adalah betapa manusia menjalani hidup yang dikendalikan oleh akal pikiran yang terproses dari interaksi indrawi, maka lahirlah perbandingan akan apa yang ada pada pasangan hidupnya dengan yang ada pada sosok yang lain, ini adalah sebagian dari sebuah awal akan lahirnya berbagai kegagalan dalam rumah tangga, yang umumnya berdalil pada alasan semu dan naif ”Ketidak-Cocokan”. Tidak cocok hadir karena proses logika dan nalar, sementara hati adalah sumber tautan Cinta dari sumber Cinta sejati. Hati yang tercahayakan akan merespon segala sesuatu dengan kesejukan dan bermuara pada kedamaian. Nalar merespon segala sesuatu dengan ukuran dan bermuara pada perbedaan, perbedaan inilah yang tidak bisa direspon oleh hati karena hati telah karam dalam kegelapan, hati yang tidak pernah diasah atau diarahkan untuk menemukan cahayanya. Saudaraku.. berhentilah sekejap dalam sadar, nikmati desah nafasmu dalam sadar, pejamkan matamu dalam sadar, rasakan dengan kesadaran akan alur nafas itu.. rasakan dan rasakan, pernakah engkau menghitung berapa kali dalam sehari engkau bernafas..? pasti tidak, namun pernakah engkau mensyukuri nafasmu.? pasti jarang.. olehnya rasakan dan syukurilah, ketika anda berada dalam rasa "BERNAFAS" sesungguhnya anda berada dalam realita, itulah fakta akan keberadaan anda, itulah cara merasakan cinta. Selanjutnya tingkatkan RASA itu dengan merasakan apapun kondisi anda saat ini, rasakan dalam kesadaran dan jangan menghakimi, cukup untuk diamati. Mungkin anda tidak sadar jika selama ini anda hidup dalam pusaran akal pikiran akan sebuah keadaan yang dijanjikan mind, sebuah keadaan yang akan datang, lalu anda menjadikan kehidupan sekarang sebagai pondasi untuk melangkah ke alam itu, dengan demikian anda tidak pernah menikmati hidup saat sekarang, anda tidak mampu merasakan realitas saat ini, karena kebahagian bagi anda adalah ; Nanti, suatu saat nanti, seperti itulah yang dipreviewkan mind, lalu anda selalu gelisa dalam menunggu kata Nanti tersebut. Bahkan kadang anda di bawa mind ke masa lalu sehingga membuat sederet kemelut dan noda hitam, lantas andapun menyesal. Anda telah dibawa keluar dari kesadaran, anda tidak berada dalam bingkai cinta. karena kesadaran adalah realita anda saat ini, nikmati apapun yang ada saat ini dalam kesadaran karena itulah gerbang memahami cinta. Saudaraku.. masih dengarkah kamu dengan bisikanku..? bertanyalah jikalau memang harus bertanya, tetapi bertanyalah untuk memahami dan saling mengisi, dan jangan pernah bertanya dalam jawaban. Sohibku, ketika sehelai daun kering terpisah dari ranting, ia pun jatuh ketanah dalam suka cita yang abadi, kejatuhannya bahkan dicatat dalam buku catatan Ilahi karena terjadi atas kehendak Tuhan, ia jatuh karena ia telah selesai menjalankan tugasnya dalam merespon cahaya matahari, ia harus kembali menuju ketiadaan, alam akan membentuknya (menjadi sampah menurut logika) dan meresapkannya kedalam tanah menjadi pupuk lalu ia ditarik oleh akar-akar kehidupan untuk melahirkan sebuah karya cipta yang lebih indah dalam nuansa Maha Karya, ia mempunyai kesempatan untuk bersemi dengan setiap partikel-partikelnya, bisa sebagai kuntum bunga nan indah sehingga sarinya mengundang lebah, lalu bersama lebah ia pun menjadi madu surgawi, kemanakah semuanya bermuara? Pahamkah kita akan segala prosesnya? Mengertikah kita jika semua ini karena Cinta adanya dan bermuara pada tugas melayani manusia dengan segala kebutuhannya. Karena manusia adalah esensi dari kesempurnaan alam semesta. Jika semua dapat dipahami dengan bijak, maka manusia akan lebih memilih diam. Dan dalam diamnya Ia memahami Cinta yang sesunguhnya, Ia pun akan kehilangan akal dan nalar, lalu kehilangan dirinya sendiri, Ia sudah menjadi cinta itu sendiri. Ia bahkan tidak berhasrat melihat ke negeri surga, karena apa yang Ia lakukan adalah karena Cinta sang Sejati, namun jika masih ada manusia yang dibakar di neraka, Ia mau menggantikan posisinya dengan alasan Cinta yang karena Cinta adanya. Ia bukanlah perindu surgawi yang letaknya dibawah telapak kaki wanita, Karena Ia telah menjadi sebab manusia berhijrah ke surga. Ia bicara tanpa suara, Ia berjalan tanpa jejak, Ia tersenyum tanpa riwayat. Dan kini Ia telah memindahkan surga dari telapak kaki wanita-wanita yang tak memahami hakikat hidup, jika semua wanita di bumi suda tidak memahami hakikat hidup maka tak tersisa satupun pintu surga, lantaran surga dibangun dari lentik lembut bulu mata wanita yang merekah cemerlang dalam tatapan halus nan tulus, lalu mengukir senyuman penuh gelora dan menembus seribu batas kepenatan. Pahamkah kita dengan makhluk yang bernama wanita ? Dia lah pemilik sifat Tuhan secara syariat dan hakikat, karena rahimnya bumi ini berotasi dalam Cinta. Pujangga sejagad memahat hatinya dalam bait cerita kehidupan, karena kehidupan tak akan hidup tanpa desah nafas wanita. Bumi bernafas dengan nafas wanita, olehnya bumi kuat dalam sabar, juga subur dalam Cinta, taburlah apapun di bumi maka ia akan tumbuh, walaupun batu karang yang terpasak, bumi memolesnya menjadi gunung. Bumi berputar seirama detak nadi wanita, dalam detak nadi wanita ada makna Cinta yang terpatri, oleh karena itu bumi adalah Ibu bagi apapun diatasnya sebagaimana wanita menjadi Ibu dari apapun bentuk dan warna karakter manusia. Demikian wanita, yang padanya tertitip keindahan tubuh nan gemulai dibaliknya ada Cahaya Ilahi, sehingga wajib untuk ditutupi lalu diberi nama aurat. Demikian adanya bumi yang molek dan indah diselimuti energi cinta yang diberi nama Ozon. Jadilah manusia makna bumi seperti yang terpahat dalam syair-syair Zarathustra, manusia makna bumi adalah manusia yang penuh kelembutan dalam keperkasaan yang bijaksana. Manusia yang memahami visi hidup yang sesunguhnya. Akhirnya, jika sampai pada ambang batas pemikiran, maka semuanya akan menyadari tentang keberadaannya untuk mengarungi arah yang telah ditentukan. Mengalirlah seperti sungai menuju muara dan menyatu kedalam lautan Cinta yang abadi, karena asal sungai adalah lautan. Sanggupkah kamu melihat perbedaan antara sungai dan lautan jika telah menyatu.? Itulah Cinta yang sesungguhnya. Wassalam..

Sumber http://nusatadon.blogspot.com/

Mengapa Bunuh Diri Itu DOSA...????

Sekarang, Anda mungkin sudah mampu meraba, mengapa pada poin ini saya ingin berbicara tentang orang-orang yang mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidup dengan cara melakukan bunuh diri. Anda akan menyadari bahwa bunuh diri itu merupakan cara dari orang-orang yang merasa gagal dalam hidupnya, sehingga mereka tidak menemukan jalan lain kecuali mengakhiri jalan hidupnya sendiri.
Bayangkan ada orang yang merasa gagal dalam berbagai hal. Istrinya selingkuh, anak-anaknya nakal, pekerjaan tidak ada, sedangkan tuntutan kebutuhan semakin menjadi-jadi. Apa yang paling enak dilakukan dari orang yang demikian ini? Tiada yang lain kecuali mati. Ya, entah dengan cara menjerat leher dengan sarung pada sebatang pohon, memotong urat nadi, atau meminum obat nyamuk. Mungkin anda pernah mendengar anak yang bunuh diri sebab ia sering diejek teman-temannya. Anda mungkin juga pernah membaca berita tentang seorang laki-laki yang membunuh istri dan anak-anaknya karena stress. Semua contoh ini menunjukkan adanya orang yang tidak sangup untuk melawan tututan hidup, mencari jalan pintas, memerdekakan jiwanya dari berbagai tuntutan, dan berakhir dengan cara membunuh atau bunuh diri.
Dalam pandangan Islam, bunuh diri itu merupakan dosa besar, apa pun alasan bunuh diri tersebut dan bagaimanapun modus operandinya. Bunuh diri merupakan cara membunuh yang tidak benar, terhadap subjek yang tidak benar pula. Pertanyaannya, mengapa bunuh diri itu dosa (diharamkan)?
Cobalah pelajari orang yang bermaksud bunuh diri, atau lihalah sebab-sebab orang yang bunuh diri. Semua sebab yang dilakukan untuk bunuh diri menunjukkan kegagalan, kekalahan, dan kebangkrutan orang yang bunuh diri itu sendiri. Ia tidak sanggup untuk menghadapi berbagai tuntutan hidup. Ia merasa sering gagal dalam hidup. Ia merasa dijahui dari semua orang di dunia ini. Ia merasa tidak ada jalan lain untuk mencapai apa yang diharapkan dan apa yang diinginkan. Ia menjadi sedih, kecewa, dan putuh asa. Semakin berganti hari, rasa sedih, kecewa, dan putus asa itu semakin besar. Pikirannya mulai kacau. Akal sehatnya menjadi lenyap. Hawa nafsunya terus membisiki. Hawa nafsu tersebut seakan berkata-kata, ”kamu ingin bebas dari semua ini? Kamu ingin merdeka dari beban-beban hidup yang membelenggumu? Dan kamu ingin terus melihat kegagalan, kekalahan, dan kebagkrutan hidupnya? Bunuh diri saja! Bunuhlah dirimu. Bebaskan jiwamu dari semua masalah, dari semua tekanan. Bebaslah. Bunuhlah dirimu sendiri…!”
Al-Qur’an memberikan stigma orang-orang yang demikian itu sebagai orang yang merugi:

Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. (QS Al-Maidah [5]:30)

Dan juga firmannya:

Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk (QS Al-An’aam [6]: 140)
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka gembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS At-Taubah [9]: 111)

Sering terjadi bahwa ketika seorang sudah sampai pada keputusan yang tinggi, kesedihan, dan kekecewaan, maka jiwanya dikuasai oleh nafsu yang disebut kenekatan untuk segera mengakhiri hidupnya sendiri. Kalau toh kemudian ia merasa takut bunuh diri, orang yang demikian ini tidak segan-segan membunuh seseorang yang dianggapnya sebagai beban atau penghalang dirinya. Seperti inilah penjelasan yang bisa kita simpulkan dan orang yang melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain dengan batil. Agama mengatakan bahwa orang-orang yang demikian ini adalah orang yang merugi, yakni rugi di negeri akhirat.
Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa bunuh diri merupakan jalan untuk meringankan beban hidup yang yang ditinggalkan. Anggapan seperti ini tidak betul. Justru ketika Anda melakukan bunuh diri, berarti Anda semakin meninggalkan-dan meninggalkan untuk selama-lamanya tanggung jawab Anda kepada keluarga Anda, jika Anda telah berkeluarga. Setidak-tidaknya, jika Anda tidak melakukan bunuh diri, Anda masih memiliki kesempatan untuk memecahkan beban yang anda pikul, betapapun berat dan susahnya.
Bunuh diri menjadi perbuatan yang diharamkan, atau menjadi perbuatan dosa karena tindakan ini bertentangan dengan banyak hal. Yang paling besar adalah ia bertentangan dengan kewajiban untuk mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT, yakni nikmat berupa hidup. Jangankan agama, deklarasi universal manusia sendiri menyatakan bahwa hidup merupakan hak; atau, salah satu hak mendasar yang dimiliki manusia adalah hak untuk hidup. Membunuh berarti melanggar hak. Membunuh dirinya sendiri berarti juga demikian.
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, tak ada kesulitan yang sesungguhnya tidak bisa dipecahkan. Tak ada beban yang tidak bisa dipikul. Bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Ketika Anda merasa tidak sanggup memikul beban, tanggung jawab, atau kesulitan, sebenarnya Anda membutuhkan sedikit lagi kecerdasan untuk mencari kemudahan di balik kesulitan, beban dan tanggung jawab tersebut.
Tetapi, nafsu sudah menguasai Anda. Nafsu membuat hati dan akal Anda gelap gulita. Anda sudah menyerah terlebih dahulu. Ketika sebenarnya Anda tengah membutuhkan semangat, justru Anda menarik diri dari kebutuhan itu dan membuat diri Anda sendiri putus asa. Sedikit lagi Anda sesungguhnya akan mencapai harapan Anda, tetapi Anda sudah kadung menarik diri menjadi orang yang kecewa.
Kekecewaan dan keputusaasaan Anda akan semakin menjadi-jadi manakala Anda memikirkan tentang mati. Anda merasa tidak mati-mati, sedangkan beban Anda semakin berat saja. Anda tidak kuat dan tidak sanggup menerima bayangan-bayangan yang mengerikan dan menakutkan terhadap nasib masa depan Anda sendiri, nasib orang-orang yang Anda cintai. Pikirkan Anda semakin gelap. Hati anda kacau-balu. Jiwa Anda sudah dikendalikan Iblis. Pada saat itulah, dengan mudahnya Iblis berbisik dalam hati Anda, “Bunuh diri adalah jalan yang terbaik bagi hidupmu!”
Sampai di sini, menjadi jelas bahwa dihadapkan pada kemestian kematian yang sebenarnya dalam hubungannya dengan kehidupan, sebagian besar orang terbagi menjadi dua, yakni:
• Orang yang terus-menerus disibukkan untuk menumpuk-numpuk harta dan kekayaan dengan alasan agar nanti ketika mati, orang-orang yang dicintainya, keluarganya, atau orang-orang yang berada dalam tanggungannya tidak mengalami kemiskinan penderitaan. Termasuk orang yang demikian ini adalah orang-orang yang tergila-gila dengan kehormatan sehingga ketika ia telah mati, namanya selalu dikenang-kenang dan disebut-sebut.
• Orang yang menarik diri dengan berselimutkan kekecewaan dan keputusan yang menggila, sehingga ia mengambil langkah bunuh diri sebagai cara untuk terbebas dari belenggu kehidupan.

Jenis orang yang pertama maupun orang yang kedua adalah orang yang akan merugi. Mereka juga termasuk orang-orang yang gagal, bangkrut, dan kalah terhadap kehidupan dunia itu sendiri. Yang satu merasa bahwa ia harus berbuat yang terbaik bagi orang-orang yang ditingalkannya, sehingga ketika ia baru akan sampai ke liang kubur, ia masih sibuk dengan mengumpulkan harta dan kekayaan. Adapun yang satunya, ia telah menggali lubang kuburnya sendiri, mematikan hidupnya sendiri, tidak mensyukuri nikmat Allah, dan nafsu menjeratnya dalam keputusasaan dan kekecewaan yang menggunung. Pada tingkat manusiawi, kedua-duanya sama rusak. Dan pada tingkat ukhrawi, kedua-duanya akan masuk kedalam neraka.


sumber : Berani hidup siap mati's book